Jumat, 19 November 2010

PELATIHAN GURU BK BERBASIS TIK DI P4TK PARUNG


Bapak Herriwan, S.Pd sebagai guru BK di SMP Negeri 2 Saketi, telah mengikuti pelatihan Guru BK berbasis TIK, yang dilaksanakan dari tanggal 8 s/d 16 November 2010 di P4TK Parung-Bogor.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan pelatih untuk kegiatan Pelatihan Guru BK di daerah, khususnya di Kab. Pandeglang. Rencanyanya untuk tahun-tahun mendatang P4TK Parung tidak melaksanakan Pelatihan Guru BK Tingkat Dasar di Parung tetapi akan dilaksanakan di Kabupaten masing-masing, melalui internet atau On Line.

Minggu, 11 Juli 2010

Senin, 28 Juni 2010

Budi Hendartno, S.Pd ,sbg pembawa acara inti

Drs. Ruli Rusoni, M.M ; Kepsek memberikan sambutan pada acara perpisahan

Perpisahan SMPN 2 Saketi 2010

Untuk memberikan kesan yang mendalam bagi siswa yang telah Lulus pada tahun pelajaran 2009/2010, SMPN 2 Saketi bekerja sama dengan orang tua siswa, mengadakan kegiatan perpisahan yang dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2010, bertempat di SMPN 2 Saketi.
Kegiatan ini sepenuhnya dibiayai oleh orang tua siswa mulai dari kelas VII, kelas VIII dan kelas IX. Panitianyapun lebih banyak melibatkan orang tua.
Begitu meriah kegiatan perpisahan ini, disamping acara inti, hiburan lebih banyak dilakoni oleh siswa-siswi SMPN 2 Saketi.
Untuk hiburan panitia telah merekrut Band pimpinan Bapak Indra dari Ciandur,Saketi.
Tamu undangan berasal dari Camat, Kepala Desa, Kapolsek, Alim Ulama, Ketua PGRI Saketi dan tamu undangan lainnya.

Kelulusan SMPN 2 Saketi

SMPN 2 Saketi pada tahun Pelajaran 2009/2010 mengikuti UN sebanyak 85 orang. Pada Pengumuman tanggal 7 Mei 2010 siswa yang lulus sebanyak 77 orang, sedangkan 8 orang harus menikuti ujian Ulang. Mereka yang mengikuti Ujian Ulang pada mata Pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA.
Alhamdulillah setelah pengumuman Ujian Ulang tanggal 14 Juni 2010 akhirnya siswa yang mengikuti Ujian Ulang, Lulus semua.
Dengan demikian SMPN 2 Saketi pada tahun Pelajaran 2009/2010 meluluskan siswa sebanyak 85 orang.

Sabtu, 20 Maret 2010

Kejujuran

Oleh: Albert Hendra Wijaya

Arti jujur

Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.


Kenapa harus jujur?

Saya sering mendengar orang tua menasehati anak supaya harus menjadi orang yang jujur. Dalam mendidik dan memotivasi supaya seorang anak menjadi orang yang jujur, kerap kali dikemukakan bahwa menjadi orang jujur itu sangat baik, akan dipercaya orang, akan disayang orang tua, dan bahkan mungkin sering dikatakan bahwa kalau jujur akan disayang/dikasihi oleh Tuhan. Tapi setelah mencoba merenungkan dan menyelami permasalahan kejujuran ini, saya masih merasa tidak mengerti: "Kenapa jadi orang harus jujur?"

Umumnya jawaban yang saya dapat adalah bahwa kejujuran adalah hal yang sangat baik dan positif, dan kadang saya juga mendapat jawaban bahwa "Pokoknya jadi orang harus jujur!"

Jawaban-jawaban tersebut sampai saat ini memang sudah saya anggap "benar", tapi saya masih selalu tergelitik untuk terus mempertanyakan: "Kenapa orang harus jujur? Apakah baik dan positifnya? Lalu bagaimana juga jika dikaitkan dengan proses Siu Tao ( ) kita?"


Bagaimana bersikap jujur

Selain pertanyaan - pertanyaan diatas, selanjutnya dalam benak saya timbul pertanyaan: " Bagaimanakah kejujuran itu dapat dipraktekkan dalam sehari-hari, serta bagaimanakah sikap kita sebagai (dibaca: agar dapat menjadi) seorang Tao Yu ( ) yang jujur?"


* Apakah kita sama sekali tidak boleh berbohong?
* Dan mungkinkah kita selalu jujur dalam kehidupan sehari-hari ini?
* Ataukah masih ada toleransi bagi kita untuk berbohong dalam hal-hal tertentu atau demi kepentingan tertentu?

Nah, sekali lagi saya mengajak para pembaca untuk merenungkannya bersama!


Contoh yang "Lucu" (dibaca: tidak jujur)

Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering melihat (bahkan juga ikut terlibat) dalam berbagai macam bentuk aktivitas interaksi sosial dimasyarakat, yang justru kebanyakannya adalah wujud realisasi dari sikap tidak jujur dalam skala yang sangat bervariasi, seperti:

Sering terjadi, orang tua bereaksi spontan saat melihat anaknya terjatuh dan berkata "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, enggak sakit, kok! Jangan nangis, yach!".

Menurut saya, dalam hal ini secara tidak langsung si-anak diajarkan dan dilatih kemampuan untuk dapat "berbohong", menutup-nutupi perasaannya (sakit) hanya karena suatu kepentingan (supaya tidak menangis).

Selain itu saya juga sering melihat dan mengalami kejadian seperti: Saat seseorang bertamu kerumah orang lain, ketika ditanya: " Sudah makan, belum?", walaupun saya yakin tawaran sang tuan rumah "serius" biasanya dengan cepat saya akan menjawab "Oh, sudah!! Kita baru saja makan ", padahal sebenarnya saya belum makan.

Dalam lingkungan usaha / dagang, kejujuran sering disebut-sebut sebagai modal yang penting untuk mendapatkan kepercayaan. Akan tetapi sangat kontroversial dan lucunya kok dalam setiap transaksi dagang itulah justru banyak sekali kebohongan yang terjadi. Sebuah contoh saja: penjual yang mengatakan bahwa dia menjual barang "tanpa untung" atau "bahkan rugi" hampir bisa diyakini pasti bohong.


* Nah, jika demikian, lalu dimanakah letaknya kejujuran itu?
* Atau bagaimanakah kejujuran yang dimaksud tersebut dapat diaplikasikan dalam dunia sehari-hari?


Dalam Siu Tao


* Apakah belajar Tao () mengejar Kesempurnaan harus tidak pernah berbohong sama sekali?
* Lalu bagaimanakah kita dapat menjalani hidup ini yang juga mau tidak mau "harus" bertopeng?
* Apakah mungkin, kita bisa tidak pernah berbohong sama sekali dalam hidup ini?

Pernah saya mencoba meyakinkan diri bahwa saya memang sudah "Jujur", tapi kemudian akhirnya saya kesulitan menjawab pertanyaan: "Apakah saya tidak membohongi diri sendiri?"

Lalu bagaimanakah sebenarnya? Nah, semoga para pembaca budiman bisa memberikan jawabannya (tentunya jawaban yang jujur , lho!).